.

.

.
  • Latest News

    Friday, 3 August 2018

    Cara Baru Investasi Properti, Cocok untuk Millennials


    Revolusi digital sewindu terakhir mendisrupsi hampir semua sektor termasuk bisnis properti. Cara pemasarannya berubah, begitu pula fokus pengembangan serta cara memiliki dan investasinya. Kalau dulu sebuah properti hanya bisa dibeli (dan dengan demikian dimiliki) oleh satu atau beberapa orang, kini bisa oleh banyak orang yang dikenal dengan istilah co-ownership.

    Begitu pula investasinya, dengan teknologi digital, bisa keroyokan atau beramai-ramai (crowd).  Seperti memungkinkannya penyaluran kredit secara daring (online) oleh perusahaan financial technology (fintech) yang mempertemukan investor (lender/kreditur) dan peminjam (borrower/debitur) melalui platform peer to peer lending (ptp).

    Saat ini penawaran investasi properti secara crowd funding itu mulai banyak. Salah satunya PT Properti Anda Sejahtera (Properti Anda) dan PT Nabung Properti Indonesia (Napro). Sebelumnya ada investasi properti lewat fintech PT Gradana Teknoruci Indonesia (Gradana). Konsepnya kurang lebih sama, ramai-ramai urunan duit untuk membeli properti sebagai investasi (dijual kembali dan/atau disewakan) atau dihuni sendiri secara online.

    Properti Anda

    “Konsepnya tercipta dari kita-kita co-founder (para pendiri) yang memang hobi investasi properti. Kendala investasi properti selama ini terutama dana karena harganya tinggi. Sekarang kenapa nggak kita kumpulin duit rame-rame untuk investasi. Selain butuh dana lebih sedikit (per orang), risiko investasi juga bisa disebar, tidak menumpuk di satu properti,” kata Edward Suwandi, Chief Executive Officer (CEO) Properti Anda, menjelaskan latar belakang pendirian perusahaan rintisan (start up) itu. Investor tinggal mendaftar di situs Properti Anda dan menyetor dana.

    Praktik investasi keroyokan sebenarnya sudah lama dilakukan secara offline, dengan beberapa kolega sepaham joint investasi dalam properti. Tapi, jumlah yang bisa terlibat sangat terbatas. “Nah, sekarang dengan digitalisasi, semua orang bisa ikut investasi meskipun tidak saling kenal,” jelasnya.

    Sementara ini properti yang dijadikan objek investasi di Properti Anda dibatasi pada residensial baik inden (masih berupa gambar dengan janji serah terima kemudian) maupun seken. Tapi, dalam jangka menengah panjang mengarah ke semua jenis properti yang dinilai prospektif.

    Harganya saat ini juga dibatasi di bawah Rp1 miliar yang pasarnya dinilai paling besar. Agar makin mudah dijual kembali dan/atau disewakan dengan keuntungan memadai, Properti Anda mencari properti yang harganya miring seperti properti dengan harga diskon besar, yang pemiliknya gagal mendapat KPR atau sangat butuh uang (BU), dan sejenisnya.

    “Kita punya tim dan expert untuk menilai prospek dan harga properti yang mau dibeli dari segi lokasi, infrastruktur, akses, fasilitas, legalitas, reputasi developer dan lain-lain. (Untuk properti inden) kita harus memastikan memang dibangun sesuai spek dan janji,” kata sarjana international business and management dari University of Sydney, Australia, yang bekerja empat tahun di sebuah perusahaan sebelum merintis usaha sendiri ini. Properti dibeli setelah dana yang terkumpul dari investor mencukupi.

    Setiap orang bisa nimbrung berinvestasi pada setiap properti di Properti Anda minimal Rp500 ribu. Jadi, kaum muda yang penghasilannya masih terbatas bisa ikutan. Masa investasi 2-3 tahun tergantung lokasi dan penilaian terhadap prospek propertinya dengan masa tenggang paling lama satu tahun. Bila setelah masa tenggang berakhir tidak terjual juga menurut harga yang diharapkan, propertinya akan dilepas menurut harga transaksi yang memungkinkan pada saat itu.

    Properti Anda menarik fee 2 persen dari setiap investor ditambah 10 persen untuk properti yang disewakan plus PPN sewa. “Jadi, kalau ikut investasi Rp500 ribu, anda transfer Rp500 ribu plus fee dua persen,” kata Edward. Sedangkan fee berikut PPN sewa untuk properti yang disewakan langsung dipotong dari pendapatan sewa. Hasil  pendapatan sewa (yield) ditransfer ke rekening investor per kwartal sesuai porsi investasi masing-masing. Sedangkan gain (surplus dari kenaikan harga properti saat dijual) dibagikan setelah propertinya terjual.

    Saat ini Properti Anda menjanjikan pengembalian investasi (return) antara 10–15 persen per tahun bersih. Bila properti juga disewakan, investor juga dijanjikan pendapatan sewa 7–8 persen. “Tentu saja investasi selalu ada risiko. Kendati ini investasi dalam real asset, tetap ada risiko (harganya jatuh karena) khaos, politik, dan situasi force majeur lainnya. Berbagai risiko itu kami cantumkan dalam perjanjian. Kami akan berupaya maksimal mendapatkan properti terbaik (supaya investor pasti mendapatkan keuntungan),” kata Edward.

    Agar investasi properti yang kurang likuid bisa lebih likuid, investor bisa melepas investasinya di tengah jalan (resale) secara terbuka melalui platform Properti Anda. Harganya tergantung kesepakatan dengan peminat. Misalnya, nilai rumah awal Rp500 juta, sementara share investasi anda Rp1 juta. Setahun kemudian harga rumah meningkat jadi Rp600 juta (20 persen), anda bisa menjual investasi itu menjadi Rp1,1 juta. Pembeli rumah melalui resale juga dikenai fee 2 persen.

    Bila tidak di-resale, nilai investasi anda tercatat senilai setoran awal. “Kalau investasinya Rp5 juta, di platform tercatat senilai itu,” katanya. Kepemilikan properti atas nama PT Mitra Properti Bersama, anak perusahaan PT Properti Anda, dengan para investor menjadi semacam “pemegang saham” properti itu. Persentase share dihitung dari nilai investasi awal. Misalnya, harga properti Rp500 juta, anda sharing investasi Rp10 juta, kepemilikan anda terhadap properti itu 2 persen. Bila nanti setelah masa investasi berakhir, properti dijual katakanlah Rp600 juta, anda berhak menerima pengembalian Rp12 juta. Jadi, anda mendapat gain Rp2 juta atau 20 persen.

    Di Napro konsepnya serupa dengan Properti Anda. Nilai investasi minimal juga Rp500 ribu (satu lot) dengan masa investasi hingga tiga tahun. Bedanya, kata Beny Saputro, Chief Technology Officer (CTO) Napro, Napro hanya menawarkan properti baru inden dari developer yang sudah bekerja sama dan memberikan jaminan pendapatan sewa (rental guarantee) di muka. Sementara ini propertinya juga dibatasi pada residensial terutama apartemen.

    “Napro langsung memberikan rental guarantee dari developer itu kepada investor dalam bentuk diskon harga. Rental guarantee-nya rata-rata 8-12 persen. Sekarang kita dapat 12 persen per tahun (dari developer),” katanya. Setelah enam bulan dibeli, Napro akan berusaha menjual propertinya baik sudah jadi atau belum. Gain-nya dibagi kepada investor setelah dipotong fee dan biaya administrasi 3-5 persen tergantung besarnya keuntungan. “Kita tidak mau lama-lama menahan propertinya. Kalau harganya bagus, langsung dilepas. Kalau tidak, tunggu sampai maksimal tiga tahun. Paling jelek kalaupun harganya stagnan, investor balik modal. Kita tidak berani menjanjikan potensi gain karena based on (dasarnya) apa? Fluktuasi harga sangat tergantung situasi pasar,” ujarnya.

    Namun, ia menambahkan, dengan adanya rental guarantee, kalaupun harga propertinya tidak naik saat dijual lagi, investor tetap sudah mendapat keuntungan 12 persen per tahun atau 36 persen per tiga tahun, jauh di atas bunga deposito. Selain itu secara historis, di Indonesia harga properti tidak pernah turun. Secara potensial investor bisa mendapatkan keuntungan dari gain dan pendapatan sewa lebih dari 50 persen.

    “Kita sudah main di properti lima tahun, jualan sistem segala macam. Jadi tahu kenaikan properti seperti apa. Properti (inden yang) belum ada wujudnya, setahun (saat proses pembangunan) bisa naik 30-40 persen. Jadi, gain itu as a bonus walaupun nilainya bisa lebih besar (dibanding rental guarantee),” terangnya.

    Untuk menarik kepercayaan konsumen, Napro men-display secara terbuka di platfornya harga properti yang bakal dijadikan objek investasi berikut surat pesanan, PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) dan lain-lain. “Jadi, kalau kita katakan harganya Rp600 juta, ya memang Rp600 juta. Kita berusaha setransparan mungkin. Begitu sudah penuh (investornya), kita beli propertinya. Kalau nggak terkumpul, uangnya kita balikin. Itu berarti investor menilainya propertinya jelek,” kata Beny.

    Napro baru melakukan soft launching dalam pameran properti di Senayan, Jakarta, pertengahan Februari lalu, bersamaan dengan peresmian kerja sama dengan lima proyek properti terpadu berisi apartemen (mixed use development) besutan PT Adhi Persada Properti (APP). “Jadi, kita belum masif berpromosi. Sementara (kerjasamanya) masih eksklusif dengan APP untuk tiga proyek di Jatiwarna dan Cikunir (Bekasi) serta Margonda (Depok). Dari pameran itu saja sudah masuk 200-an investor,” ungkapnya.

    Beny menyebutkan, saat ini Napro membatasi investasi pada properti residensial inden yang dikembangkan developer, karena pertimbangan transaksinya masih beralas PPJB. Jadi, belum terkena BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) 5 persen karena fisiknya belum ada dan belum terjadi peralihan hak. Kalau juga menyasar properti seken, transaksinya langsung beralas AJB (Akta Jual Beli) dan itu berarti terkena BPHTB. “Ini (investasi properti crowd funding) sesuatu yang baru. Jadi, (pada tahap awal) kita usahakan nggak memberatkan investor. Kalau sejak awal sudah kena BPHTB, potongan (fee dan biaya administrasi) untuk investor jadi lebih besar,” katanya.

    Ia sepakat, crowd funding untuk investasi properti bertujuan memperluas pasar. Kalau selama ini yang bisa berinvestasi hanya segelintiran orang, kini semua orang bisa karena tidak butuh dana besar dengan risiko lebih tersebar dan minimal. “Ibaratnya kalau dulu dengan Rp2 miliar kita hanya bisa beli dua unit, lewat Napro bisa 10 unit. Jadi, kalau yang satu tidak bagus return-nya, masih bisa ditutup dari return properti yang bagus. Di luar negeri model (investasi) seperti ini terbukti jalan dan untung,” ungkap Beny.

    Dalam proses

    Sampai saat ini Properti Anda dan Napro belum terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan, karena OJK masih menyusun aturan mengenai bisnis crowd funding. “Ke Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informasi) sudah ngajuin izin PSE (penyelenggara sistem elektronik), ke OJK sudah minta konsultasi tapi belum dipanggil. Kita pengen resmi, tapi karena belum ada aturannya, (sementara ini bisnis) kita (berdasarkan) itikad baik saja,” katanya. Hal senada diutarakan Edward.

    Ia menmabhakan, bila sudah ada aturannya, Properti Anda sangat ingin menjadi yang pertama terdaftar di OJK, karena logo otoritas moneter itu di situsnya akan menaikkan kepercayaan pasar. “Kita ingin berbisnis secara jelas,” tukasnya. Sambil menunggu kejelasan aturan dari OJK, platform crowd funding untuk investasi properti ini berupaya memupuk kepercayaan pasar dengan memastikan return diberikan sesuai nilai dan waktu yang dijanjikan. “Karena itu sejak awal kita berupaya memastikan properti yang mau dijadikan investasi didapat dengan harga terbaik, supaya mudah dijual lagi dam/atau disewakan,” kata Edward.

    sumber: housing estate
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 comments:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Cara Baru Investasi Properti, Cocok untuk Millennials Rating: 5 Reviewed By: Simpro Realty
    Scroll to Top