Setelah tren co-working space (ruang kerja bersama untuk berkolaborasi) mulai diterima pasar dengan baik di Indonesia, pebisnis properti harus bersiap-siap dengan perkembangan tren berikutnya. Konsultan properti Jones Lang LaSalle setidaknya mencermati salah satu tren yang akan prospektif bagi bisnis properti di masa mendatang. Yakni, co-living (tempat tinggal bersama, lazimnya di dalam kota, untuk melanjutkan atau memudahkan kolaborasi).
Tren ini muncul untuk menyiasati harga hunian yang makin mahal dan gaya hidup milenial yang suka berkolaborasi. Co-living menyediakan unit-unit tempat tinggal seperti apartemen dengan mengedepankan fasilitas bersama seperti ruang kerja, living room dan dapur untuk semua penghuni. Sementara unit apartemennya hanya memuat sebuah tempat tidur dan lemari berukuran lebih kecil dari tipe studio.
“Mirip konsep kos-kosan. Jadi, unit apartemen hanya kamar untuk tidur saja. Sedangkan pantry dan living room di luar untuk dipakai bersama-sama,” kata Vivin Harsanto, Head of Advisory PT Jones Lang Lasalle Indonesia. Menurut dia, generasi milenial menyukai kehidupan yang lebih kompak di apartemen dibandingkan rumah tapak. Apalagi kalau lokasinya dekat dengan tempat bekerja dan transportasi publik.
Kaum milenial senang berbagi (sharing) dan berkolaborasi. Selain itu banyak dari mereka yang ingin punya usaha sendiri. Co-living bisa memenuhi kebutuhan itu. Co-living juga bisa menjadi sarana untuk melanjutkan kolaborasi di co-working space yang waktunya terbatas. Jadi, co-living menjadi tempat tinggal bersama sementara sampai kolaborasi selesai, kemudian digantikan penghuni lain untuk kolaborasi yang berbeda. Co-living sendiri bisa juga menyediakan co-working.
Panorama Residence
Di Indonesia The Palapa Group, sebuah perusahaan rintisan (start up) yang berfokus pada properti, infrastruktur, teknologi, dan sumber daya alam, sudah menangkap peluang tersebut dengan membangun co-living pertama di Jatinangor, Jawa Barat, berlabel Panorama Residence sejak September 2015. Palapa membidik wilayah yang tidak jauh dari perbatasan Kota Bandung dengan Kabupaten Sumedang itu sebagai lokasi co-living, karena meningkatnya sarana pendidikan di kawasan kampus perguruan tinggi di kaki Gunung Manglayang tersebut.
Sebut saja Universitas Padjadjaran, Institur Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Institut Manajemen Koperasi Indonesia dan Institut Teknologi Bandung memiliki kampus di kawasan Jatinangor. The Palapa Group mengusung sistem investasi properti dekonsentrasi atau fokus di luar kota-kota besar untuk menyeimbangkan permintaan dan persediaan dalam setiap proyek yang dikembangkan.
Menurut Satrio Rama Widyowicaksono, salah satu pendiri Panorama Residence, seperti dikutip dari Tech in Asia Indonesia, co-living bisa mengatasi permasalahan para founder startup mengenai kebutuhan akan tempat tinggal di perkotaan yang harganya kini makin mahal. Selain itu jauhnya lokasi kerja dan kemacetan membuat penggunaan waktu mereka menjadi tidak efisien. “Kolaborasi yang baik antar pelaku di dunia start up hanya bisa dicapai dengan co-living space. Dengan begitu para penghuni bisa saling terhubung secara terus menerus. Kebutuhan mereka untuk urusan pribadi dan pengembangan diri pun bisa jadi pemasukan bagi penyedia co-living space,” ujarnya.
Sama seperti co-working space yang merupakan ruang kerja, pengelolaan co-living diarahkan pada kegiatan berbagai komunitas yang berbeda, bukan sekedar tempat tinggal. Idealnya sebuah co-living diisi oleh tiga puluh persen founder startup dan investor, empat puluh persen pekerja profesional dan tiga puluh persen pelajar atau mahasiswa.
Sharing of living
Panorama Residence dibangun tiga lantai berisi 47 unit kamar dengan desain modern dan dinamis, dihiasi mural dekoratif pada dinding. Fasilitas-fasilitas pendukung di dalam bangunan antara lain co-working space, rooftop, public kitchen dan lain-lain. Tersedia juga shuttle service untuk mengantarkan penghuni ke kampus. “Konsep yang ditonjolkan adalah energi dari sharing of living itu sendiri seperti tersedianya fasilitas yang bisa digunakan oleh semua penghuni. Di waktu terdekat kita juga akan membuka satu lagi co-living space lagi di Jatinangor untuk mahasiswa,” kata Djody, pengurus Panorama Residence.
Ada tiga luasan kamar yang disewakan mulai dari ukuran 3 x 4 m2, 4 x 6 m2 hingga 55 m2 dengan enam pilihan desain yang berbeda-beda. Tarif sewanya mulai dari Rp1,6 juta sampai Rp3,7 juta per bulan. Harga tersebut sudah termasuk perabot (fully furnished), biaya listrik dan air serta fasilitas TV kabel, WiFi, AC, laundry dan cleaning service. Setiap penyewa juga bisa mengikuti berbagai aktivitas yang diadakan di co-living seperti community gathering, BBQ party, bedroom talk, kegiatan olahraga dan lain-lain.
sumber: housingestate
0 comments:
Post a Comment