Pemerintah berencana memberlakukan sertifikat tanah elektronik atau sertifikat-el sebagai pengganti sertifikat konvensional dalam bentuk kertas. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No 1/2021 tentang Sertifikat Elektronik.
Kementerian ATR/BPN menyebutkan bahwa sertifikat elektronik sangat terjamin keamanannya, meskipun didesain dengan sederhana. Nantinya para pemohon tidak dikenakan biaya untuk alih media. Setidaknya ada enam perbedaan antara sertifikat tanah elektronik dan sertifikat analog, dikutip dari laman resmi Kementerian ATR.
1. Kode dokumen
Sertifikat tanah elektronik menggunakan hashcode, yakni kode unik dokumen elektronik yang di generate oleh sistem.
Sementara sertifikat tanah analog memiliki nomor seri unik gabungan huruf dan angka.
2. Scan QR Code
Sertifikat tanah elektronik menggunakan QR Code berisi tautan yang memudahkan masyarakat mengakses langsung dokumen elektronik.
Sementara sertifikat tanah analog tidak memiliki QR Code
3. Single Identity
Sertifikat tanah elektronik hanya menggunakan satu yaitu Nomor Identifikasi Bidang (NIB).
Sementara sertifikat tanah analog menggunakan banyak nomor, seperti nomor hal, nomor surat ukur, nomor identifikasi bidang, dan nomor peta bidang.
4. Ketentuan dan kewajiban larangan
Sertifikat tanah elektronik menyatakan right, restriction, responsibility. Ketentuan kewajiban dan larangan dicantumkan.
Sementara sertifikat tanah analog dicatat pada ketentuan ini tidak seragam tergantung Kantor Pertanahan masing-masing.
5. Tanda tangan
Sertifikat tanah elektronik menggunakan tanda tangan elektronik sehingga sulit dipalsukan.
Sementara sertifikat tanah analog menggunakan tanda tangan manual sehingga rawan dipalsukan.
6. Bentuk dokumen
Sertifikat tanah elektronik menggunakan dokumen elektronik sehingga informasi yang diberikan padat dan ringkas.
Sementara sertifikat tanah analog berbasis kertas, yakni berupa blanko isian berlembar-lembar.
sumber: medcomm
0 comments:
Post a Comment