Rancangan Undang-Undang Pertanahan dalam Program Legislasi Nasional masih belum mencapai kesepakatan tentang program Bank Tanah Nasional.
Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Desmond J Mahesa mengatakan tidak ada kendala dalam merumuskan RUU Pertanahan. Padahal, RUU ini masih dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) namun sampai dengan kuartal I/2018 program ini belum juga dirilis. Dia mengaku bahwa RUU Pertanahan memang masih dalam fase pembahasan. Menurut dia selama ini belum ada perbedaan di dalam fraksi ataupun dalam komisi untuk merumuskan RUU ini.
“Kami belum menemukan kendala perdebatan di antara kami [Komisi III DPR RI]. Karena belum ada perbedaan dan pertemuan ini baru naskah, untuk tindak lanjut perbedaan antara fraksi di DPR dan pemerintah masih belum ke arah sana,” tutur Desmond kepada Bisnis, pekan lalu.
Menurut Desmond, RUU Pertanahan yang juga mengakomodasi tentang Bank Tanah Nasional ini pasti bisa diselesaikan pasca revisi aturan hukum. Pada aturan sebelumnya melalui draft Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) terdapat revisi pada bagian pemberian besaran tarif yang dibebankan dalam penggunaan Batanas.
Sebagai mantan pegiat dalam Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), dia berpendapat arah kebijakan pemerintah saat ini untuk pertanahan masih abu-abu. Kondisi ini juga menyulitkan legislator dalam merumuskan arah peraturan perundang-undangan.
“Catatan saya untuk ini [pertanahan] sangat banyak. Kita ini mau kemana? Arah kebijakan pertanahan kita mau kemana, kondisi hari ini belum diperdebatkan soal itu arah kita kemana,” terang Desmond.
Sementara itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sudah menargetkan rencana program Bank Tanah Nasional (Batanas) rampung sebelum 2019, sesuai dengan Perarturan Presiden mengenai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Kementerian ATR/BPN menjanjikan bahwa Peraturan Pemerintah untuk Batanas bisa diterbitkan pada Juli lalu.
Namun sampai saat ini, Batanas sendiri masih dalam proses penyusunan peraturan pemerintah. Oleh sebab itu, aturan tersebut sedang dalam pembahasan pada level menteri. Program Batanas dibuat untuk mengatur kepemilikan tanah agar tidak dikuasai beberapa pihak tertentu.
Kementerian ATR/ BPN telah melegalisasi 23.000 hektare tanah terlantar dari total 400 ribu hektare tanah terlantar yang tersebar di seluruh Indonesia. Ada pun pemanfaatan tanah tersebut, bisa digunakan sebagai perumahan rakyat mengingat harga perumahan rakyat semakin mahal akibat menipisnya jumlah lahan.
sumber: bisnis
0 comments:
Post a Comment