Maraknya pembangunan hunian vertikal belakangan ditengarai karena banyak masuknya pemain baru dengan gaya berbeda dengan pengembang kawakan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Real Estate Inodnesia (REI) Soelaeman Soemawinata mengatakan strategi para pemain baru ini fokus pada pengembangan lahan-lahan kecil di daerah perkotaan yang mendatangkan imbal hasil cepat dan lebih memungkinkan untuk membangun apartemen.
Eman melanjutkan, bukan berarti pembangunan rumah tapak akan surut, tetapi para pemain baru memilih membeli lahan-lahan kecil dari pemain lama. Sebab untuk membangun rumah tapak membutuhkan nafas yang lebih panjang yang lebih mampu dilakukan pengembang kawakan. Seperti modal yang kuat dan ketahanan dalam pembebasan lahan dalam jumlah besar selama bertahun-tahun.
“Pengembang baru lebih fokus quick yield, beli lahan 1 ha atau 2 ha untuk langsung dibangun. Kalau pemain lama di rumah tapak, lazimnya bebasin lahan 5 tahun baru. Dan lahan-lahan itu di daerah yang hanya ada apartemen kalau di kampung ya nggak bisa menciptakan nilai tambah,”katanya Rabu(19/9/2018).
Senada, Presiden Direktur Triniti Land, Ishak Chandra mengatakan perusahaan lebih cenderung menggunakan sistem "Buy and Flip", cara ini ditempuh melalui kerjasama lahan dan langsung dikembangkan dan dijual dengan cepat.
Triniti Land yang baru mulai mengembangkan properti sejak 10 tahun lalu itu memang belum tergolong pengembang kawakan, namun hal itu yang memberi nilai tambah karena perusahaan bisa lebih keluar dari proses yang ada dan bisa lebih cepat bergerak terutama pengambilan keputusan dan pengeluaran produk baru.
“Meskipun di sisi lain memang perlu waktu untuk membuktikan kalau kami pengembang baru bukan hanya bisa menjual dan membuat konsep tapi juga bisa mendeliver produk,” katanya.
sumber: bisnis
0 comments:
Post a Comment