Pengembang mengakui terjadi pergeseran skema pembiayaan yang mulai banyak menggunakan skema kredit pemilikan apartemen (KPA) dibandingkan cicilan bertahap oleh pengembang seiring dengan pertumbuhan penyaluran KPA yang naik cukup signifikan.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kredit pemilikan apartemen (KPA) per Juli 2018 naik 26,7% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan tersebut dinilai cukup progresif dibandingkan dengan pertumbuhan KPA pada dua tahun terakhir.
Chief Executive Officer Triniti Land Ishak Chandra mengatakan pertumbuhan KPA tersebut akibat adanya relaksasi Loan to Value oleh Bank Indonesia yang berlaku per Agustus 2018.
Ia mengatakan kini pengembang yang sudah banyak untuk menggiring konsumen menggunakan KPA dibandingkan dengan menggunakan cicilan bertahap oleh pengembang.
"Karena dari tiga tahun terakhir ini kan, pengembang merasa sulit dalam pencairan baik KPA dan KPR sehingga mereka [pengembang] mengeluarkan internal financing atau cicilan bertahap sehingga otomatis dengan adanya relaksasi kami suka dan mulai menggiring konsumen untuk menggunakan KPA atau KPR," ujar Ishak saat dihubungi Bisnis, Jumat (12/10/2018).
Selain itu, faktor pertumbuhan KPA yang naik signifikan juga seiring dengan pasar properti yang percaya pada akhir 2019 akan kembali mencapai puncaknya sehingga saat ini merupakan kondisi yang tepat bagi konsumen untuk membeli properti karena harganya yang stagnan.
Bahkan, menurut Ishak tidak hanya pertumbuhan KPA dan KPR yang baik tetapi index pertumbuhan properti secara keseluruhan diyakini akan naik sepanjang semester satu 2019.
Walaupun demikian, Ishak mengakui hingga saat ini pengguna cicilan bertahap pada konsumen Triniti Land mayoritas masih berasal dari penggunaan cicilan bertahap yaitu sebesar 60% hingga 70%.
"Angka tersebut karena profil pembeli Triniti Land mayoritas merupakan investor baru yang berumur 26 tahun hingga 35 tahun yang masih muda, ada uang, ada kemampuan untuk menyicil tapi masih harus dibantu cicilannya, nah Triniti Land lebih mengarah ke segmen seperti ini sehingga cicilan bertahap masih mendominasi," papar Ishak.
Namun, Ishak mengaku semenjak mulai berlakunya relaksasi sudah mulai menggiring konsumen untuk menggunakan KPA dengan target komposisi berubah menjadi sebanyak 40% hingga 50% konsumen menggunakan KPA hingga akhir tahun.
Direktur PT Ciputra Development Tbk Tulus Santoso mengatakan pengembang juga lebih memilih konsumen menggunakan KPA dibandingkan cicilan bertahap karena akan membantu menjaga cashflow dari pengembang sehingga kini banyak pengembang yang menggiring konsumen menggunakan KPA.
"Ya kan bisnis pengembang itu menjual rumah, sedangkan KPR dan KPA itu adalah bisnisnya perbankan," ujar Tulus.
Hingga saat ini, komposisi konsumen KPA dan cicilan bertahap oleh pengembang di Ciputra masih sebesar 50% - 50%, angka tersebut telah naik dibandingkan sepanjang tahun lalu pengguna KPA hanya sebesar 43%.
Ia menargetkan pengguna KPA menjadi tetap sebesar 50% dengan mempertimbangkan ancaman kenaikan bunga KPR hingga akhir tahun.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Direktur Pengelolaan Modan dan Investasi Intiland Archied Noto Pradono. Ia mengatakan tren pergeseran skema pembiayaan konsumen juga didorong oleh pengembang itu sendiri.
Ia mengatakan bunga KPA dan KPR yang ditawarkan oleh perbankan saat ini lebih menarik dibandingkan dengan yang ditawarkan oleh pengembang.
"Harga yang kami tawarkan ke konsumen dengan menggunakan KPA dan KPR pun lebih bagus dibandingkan harga yang ditawarkan dengan menggunakan cicilan bertahap ke pengembang," ujar Archied.
Ia mengatakan komposisi penggunaan KPA dan Cicilan bertahap pada setiap proyek dikembangkan berbeda-beda. Ia menargetkan konsumen yang menggunakan KPA akan naik menjadi 50% komposisinya hingga akhir tahun.
Sementara itu, Director, Head of Research And Consultancy Savills Anton Sitorus mengatakan dengan pertumbuhan KPA yang signifikan tidak menandakan adanya pergeseran tren hunian dari rumah tapak menjadi tinggal di apartemen untuk seluruh Indonesia.
"Karena tidak semua daerah yang marak pembangunan apartemen, sampai sekarang masih di daerah metropolitan saja, seperti Jakarta dan Surabaya," ujar Anton kepada Bisnis, Kamis (11/10/2018).
Pergeseran tren hunian di kota besar Indonesia pun diakibatkan oleh terbatasnya lahan pengembangan dan harga rumah yang melambung tinggi sehingga memiliki tempat tinggal di apartemen adalah sebagai solusi desakan kondisi.
Vice President Coldwell Banker Dani Indra Bhatara juga menilai pembeli apartemen pun saat ini masih didominasi oleh investor yang kebutuhannya tidak untuk ditinggali.
"Kami belum melihat adanya pergeseran minat untuk enduser tinggal di apartemen, lebih didominasi investor karena lebih banyak untuk disewakan atau nantinya dijual kembali," ujar Dani kepada Bisnis.
Dani mengatakan permintaan rumah tapak masih cenderung stabil sehingga tidak menunjukan kenaikan yang signifikan.
sumber: Bisnis
0 comments:
Post a Comment