Ilustrasi
Ketua Umum Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI), Lukas Bong, menyebut bahwa masyarakat menengah ke atas masih belum tertarik melakukan pembelian properti melalui skema kredit pemilikan rumah (KPR) perbankan. Menurutnya, kebanyakan mereka memilih menggunakan cash atau bayar tunai dibanding lewat KPR.
"Yang menarik ternyata cukup banyak yang bayar cash di developer, tidak melalui instrumen perbankan, KPR atau KPA (Kredit Pemilikan Apartemen). Terutama yang cash itu untuk kelas menengah atas," kata Lukas dalam diskusi property outlook 2019, di Jakarta, Kamis (24/1).
Lukas menyebut, dalam laporan salah satu bank swasta besar di Indonesia, hingga kuartal III 2018 ada sekitar Rp 550 triliun transaksi pembelian properti. Dari jumlah tersebut 10 sampai 15 persennya masih melalui agen properti.
Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa sebetulnya masyarakat memiliki dana untuk membeli properti namun lebih selektif untuk memutuskan pembelian. Misalnya saja, untuk masyarakat berpenghasilan rendah kebanyakan justru memilih jalur KPR.
Di samping itu, untuk investor properti sendiri, kebanyakan mereka justru memilih waktu yang tepat untuk membeli. Mereka mencermati peluang untuk membeli saat harga dikoreksi oleh developer.
"Misalnya ada yang beli Rp 5 miliar kemudian jual ke pasar Rp 10 miliar, dilepas ke market tidak laku, potong Rp 2 miliar jadi Rp 8 miliar, baru dibeli. Jadi pada wait and see, investor nunggu harga sampai terkoreksi baru beli," kata Lukas.
Lukas menambahkan properti sendiri saat ini masih menjadi kebutuhan primer. Hal itu terlihat dari peningkatan transaksi pembelian properti yang cukup signifikan. Properti juga dinilai masih cukup baik untuk dijadikan sebagai investasi.
"Properti itu instrumen yang menarik untuk investasi, kalau harga dikoreksi 20-30 persen saja itu pasti dibeli," pungkasnya.
sumber: merdeka
0 comments:
Post a Comment