SEKTOR properti kini sedang mengalami tantangan besar. Tantangan ini, terutama adanya kenaikan harga BBM, inflasi, serta kenaikan suku bunga bank yang mempengaruhi tingkat persetujuan pengajuan KPR.
Secara terpisah, Realestat Indonesia (REI) mencatat bahwa developer telah merasakan kenaikan harga material bangunan sebesar 20 hingga 30 persen dan besi sebesar 100 persen yang menyebabkan semakin tingginya harga properti yang dijual.
Hal ini telah memengaruhi seluruh pemangku kepentingan sektor properti, karena kaitannya dengan naiknya ongkos pembangunan, berkurangnya daya beli masyarakat dan bank yang semakin ketat dalam persyaratan pengajuan KPR.
Tentu saja, memicu efek domino pada mata rantai supply dan demand properti. Pengembang semakin berhati-hati dalam membangun sebuah proyek karena kurangnya minat pembelian dan para pencari properti.
Kendala yang mengganggu rantai pasok dan permintaan ini mendorong pemangku kepentingan properti untuk berperan lebih aktif dalam mencari solusi guna meyakinkan para calon pembeli properti akan pentingnya kepemilikan properti.
Dalam hal ini, pengembang, agen dan PropTech dapat dapat bersinergi dalam menawarkan solusi terutama melalui edukasi para calon pembeli properti dalam tiga aspek.
Tiga aspek tersebut yakni pengetahuan mengenai properti yang dibeli, literasi finansial dan proses pengajuan KPR serta menentukan pilihan rumah yang tepat sesuai dengan kebutuhan.
Upaya edukasi ini tentunya ini harus dilandasi oleh pendekatan yang mengedepankan rasa empati terhadap calon pembeli properti dan berusaha menjawab kekhawatiran mereka dalam membeli properti pada kondisi ekonomi yang sulit.
Komunikasikan Insentif dan Keunggulan Properti
Perlu ditekankan bahwa developer dan agen memiliki peran penting dalam upaya mengomunikasikan insentif pemerintah kepada calon pembeli properti.
Dalam mengomunikasikan insentif ini, pendekatan edukasi memainkan peran lebih penting daripada pendekatan penjualan properti konvensional.
Di tengah perhatian khusus yang diberikan oleh pemerintah kepada sektor properti berupa skema DP 0 persen dan insentif PPN, tentunya calon pembeli properti harus mengetahui bagaimana mereka dapat memanfaatkan skema ini.
Hal Ini menuntut developer dan agen untuk secara efektif mengomunikasikan skema insentif pemerintah dan periode apa insentif ini berlaku.
Yang perlu digaris bawahi disini adalah insentif pemerintah seperti skema DP 0 persen dan insentif PPN sangat berpengaruh pada angka pencarian properti, karena berhasil meningkatkan pencarian properti sebesar 6,34 pada situs Lamudi dalam periode Agustus 2021 hingga Mei 2022.
Sebagai contoh, komunikasi yang dimaksud dapat diterapkan pada calon properti yang enggan memiliki properti pada awal tahun 2022 karena kekhawatiran akan perlambatan ekonomi yang disebabkan oleh ditemukan barunya varian Omikron pada awal tahun.
Dengan adanya peran aktif dari agen dan developer dalam mengomunikasikan perpanjangan insentif DP 0 persen hingga akhir kuartal satu tahun 2022, calon pembeli akan merasa periode awal tahun merupakan saat yang tepat untuk memiliki properti dan akan semakin yakin untuk menggunakan kesempatan yang ada.
Di sini developer dan agen harus dapat menyampaikan informasi ini melalui strategi penjualan mereka sebagai bagian dari upaya edukasi konsumen.
Kini pencari properti baru yang didominasi generasi Z dan milenial mendambakan transparansi sebelum melakukan pembelian, oleh karena itu proaktivitas agen dan developer dalam mengomunikasikan insentif tersebut akan sangat berpengaruh pada angka penjualan.
Edukasi literasi finansial dan proses pengajuan KPR yang tepat
Rencana Bank Indonesia untuk menaikan suku bunga acuan hingga 4,25 persen hingga akhir tahun membutuhkan sebuah solusi untuk mempermudah akses pendanaan.
Banyaknya bank yang sedang meningkatkan alokasi kredit KPR walaupun naiknya suku bunga acuan BI menandakan bahwa permasalahan akses pendanaan bukan sepenuhnya terletak pada akses ke bank penyedia jasa KPR melainkan proses pengajuannya yang membutuhkan persiapan yang matang secara finansial.
Oleh karena itu, developer dan agen perlu membantu pencari properti dalam dua aspek yakni peningkatan literasi finansial dan membantu proses pemilihan bank bagi para calon pemilik rumah yang memiliki program KPR yang sesuai dengan kebutuhan finansial masing masing.
Kemampuan literasi finansial ini meliputi mengenai pengetahuan mengenai rumah dan apartemen yang ingin dibeli, pengetahuan mengenai proses pembayaran uang muka dan minimal tenor KPR dan KPA, informasi mengenai cara pelunasan kredit dan cara mengatur keuangan.
Hal ini penting karena tingkat disetujuinya KPR tergantung dengan kemampuan calon pembeli properti untuk memahami poin-poin penting ini sebelum melakukan pengajuan KPR di bank.
Proses ini dapat dilakukan dalam berbagai tahap, pertama, agen dan developer harus memberi pengertian kepada calon pembeli properti tentang kondisi pendapatan saat ini dan tipe properti yang sesuai dengan keadaan finansialnya.
Kedua, membantu BI check calon pembeli properti untuk memastikan bahwa calon pengaju KPR memenuhi seluruh ketentuan yang ditentukan oleh Bank Indonesia.
Ketiga, pemeriksaan kelengkapan dokumen persyaratan sebelum pengajuan KPR dan keempat, membantu calon pembeli properti dalam memilih bank alternatif jika pengajuan di satu bank ditolak.
Yang perlu ditekankan disini adalah bagaimana memberikan pengalaman pengajuan KPR termudah bagi para calon pembeli properti untuk meningkatkan peluang pengajuan diterima.
Tawarkan alternatif properti sesuai kondisi finansial beragam pembeli
Pemerintah melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) tengah memprioritaskan kepemilikan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam pembelian rumah bersubsidi.
Catatan Kementerian Keuangan melaporkan bahwa alokasi FLPP baru sampai pada 56,7 persen dari target 70 persen pemerintah pada tahun 2024.
Ini menandakan bahwa FLPP masih membutuhkan akses kepada masyarakat yang ditujukan dimana sekitar 11 juta kepala keluarga dalam kategori MBR masih membutuhkan rumah.
Di sini terbuka kesempatan untuk developer dan layanan teknologi properti atau PropTech untuk berkolaborasi dengan pemerintah untuk menawarkan alternatif perumahan bersubsidi bagi pencari properti.
Developer tentunya bisa memainkan peran disini karena pasar properti untuk masyarakat menengah ke bawah masih sangat besar.
Ini terlihat dari tren pencarian properti pada situs Lamudi yang menunjukkan bahwa 60 persen dari pencari properti memiliki preferensi rumah dengan harga dibawah Rp 600 juta.
Hal ini tentunya harus dijembatani oleh kemampuan konsultatif dari para developer, agen dan PropTech untuk membantu MBR dalam menentukan pilihan yang tepat.
Di sini pendekatan yang penuh empati diperlukan untuk membantu masyarakat mengerti bermacam macam rumah subsidi yang ditawarkan, persyaratan yang diperlukan untuk mendaftarkan diri sebagai penerima FLPP dalam pembelian rumah bersubsidi dan proses pembayaran yang sesuai dengan keadaan finansial yang ada.
Dalam segi pemasaran PropTech dapat menjalin kerja sama dengan pemerintah untuk memastikan bahwa rumah subsidi dapat menjangkau lapisan masyarakat yang dituju.
PropTech dapat menawarkan jangkauan terluas bagi pencari properti dan visibilitas yang tinggi untuk rumah subsidi yang ditawarkan oleh pemerintah.
sumber: kompas
Monday, 31 October 2022
- Blogger Comments
- Facebook Comments
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment