.

.

.
  • Latest News

    Tuesday, 22 November 2022

    Tantangan Penyediaan Rumah Makin Kompleks

     


    Penyediaan perumahan di perkotaan jadi tantangan berat di tengah bertambahnya populasi penduduk dan kompleksnya masalah kota. Pembenahan tata ruang dan sinkronisasi antar-pemangku diperlukan guna mengatasi problem itu.

    Buruknya tata ruang telah memicu kesulitan penyediaan rumah bagi masyarakat di perkotaan, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah. Populasi penduduk yang bakal semakin terkonsentrasi di kota dikhawatirkan membuat problem hunian makin kompleks. Solusi penyediaan rumah yang layak dengan harga terjangkau diperlukan untuk mengatasi problem itu.

    Hingga kini, angka kekurangan rumah di Indonesia mencapai 12,7 juta rumah. Pada tahun 2045, pemerintah telah menargetkan angka kekurangan rumah sebesar nol persen.

    Ketua Majelis Tinggi Organisasi Lembaga Pengkajian Pengembangan Perumahan dan Perkotaan Indonesia (The HUD Institute) Andrinof Chaniago mengemukakan, angka kekurangan rumah cenderung tidak berkurang selama belasan tahun. Salah satu akar persoalan dari ketimpangan penyediaan rumah bagi masyarakat menengah bawah adalah tata ruang dan penguasaan ruang.

    Penguasaan ruang yang tidak tepat menyebabkan kecepatan pertumbuhan harga tanah tidak terkejar oleh peningkatan pertumbuhan pendapatan masyarakat menengah bawah. Di sisi lain, bagi kalangan pelaku usaha, penyediaan hunian bagi segmen menengah bawah ini cenderung tidak menarik, marjinnya kecil, dan repot pengurusannya.

    ”Diperlukan pemikiran strategis dan sinergi pemangku kepentingan untuk menyelesaikan persoalan publik terkait perumahan,” ujarnya dalam Gelar Wicara Hari Tata Ruang Nasional 2022 ”Penyediaan Perumahan Masyarakat Menengah Bawah Perkotaan Pasca-Pemilu 2024” yang diselenggarakan The HUD Institute secara hibrida, Selasa (22/11/2022).

    Pelaksana Tugas Deputi Bidang Sarana Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Rudy S Prawiradinata mengungkapkan, pertumbuhan kota turut ditentukan sejauh mana rumah disedrumahberjumlahiakan. Sementara itu, beberapa persoalan perumahan menguat, yakni permukiman kumuh yang dipicu daya beli masyarakat rendah. Namun, mereka tidak dapat menanggung biaya transportasi jika tinggal di pinggiran kota. Sementara itu, suplai hunian minim karena keterbatasan daya dukung lahan permukiman.

    Pada tahun 2021, rumah tangga perkotaan yang tidak memiliki rumah mencapai 23,27 persen, rumah tangga perkotaan yang tinggal berdesakan di   7,12 persen, sedangkan rumah tangga yang tinggal di rumah tidak layak huni 35,35 persen.

    Pada tahun 2045, penduduk Indonesia diproyeksikan berjumlah 318,9 juta jiwa dengan 72,8 persen penduduk tinggal di wilayah perkotaan. Populasi itu jauh 000 tinggi ketimbang tahun 2010, dengan jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan sebesar 49 persen dari total penduduk 238,00 juta jiwa. ”Tanpa ada kebijakan  yang komprehensif, maka tidak ada kebijakan perkotaan yang sukses,” kata Rudy.

    Kepala Badan Bank Tanah Parman Nataatmadja mengatakan, ketimpangan permintaan yang besar dengan suplai yang sangat terbatas menimbulkan kenaikan harga tanah dan spekulan. Badan Bank Tanah yang mulai beroperasi tahun 2022 berperan menyediakan dan mengelola tanah hingga siap dijual, termasuk untuk pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Dari target awal stok lahan 1.900 hektar, pihaknya telah memiliki stok lahan 4.312 hektar.

    Parman menambahkan, Badan Bank Tanah saat ini sedang mengusulkan tarif lahan bagi perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) kepada komite yang terdiri atas tiga menteri, yakni Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Menteri Keuangan, serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Tanah untuk perumahan MBR diharapkan bisa diberikan sampai nol rupiah.

    Mekanisme dan status lahan hunian untuk MBR juga sedang dikaji, antara lain bisa berstatus hak guna bangunan atau hak pakai (HPL) minimal selama 10 tahun sebelum dialihkan menjadi hak milik. ”Kami menunggu penetapan formula tarif dari tiga kementerian dan tarif untuk perumahan MBR bisa diberikan sampai nol rupiah,” katanya.

    Parman menambahkan, terdapat beberapa lahan berstatus HPL untuk perumahan bagi MBR, antara lain di Kabupaten Tanjung Balai seluas 10 hektar untuk 440 unit dan Kabupaten Asahan seluas 30 hektar untuk 1.070 unit. Apabila tarif lahan itu sudah ditentukan, pihaknya akan menyerahkan pembangunan hunian kepada investor atau pengembang.

    Saat ini, Badan Bank Tanah memperoleh tanah antara lain dari tanah bekas hak, tanah telantar, pelepasan kawasan hutan, tanah timbul, reklamasi, dan perubahan tata ruang. Sementara itu, pihaknya belum mengelola tanah barang milik negara (BMN) karena hambatan regulasi.

    Rantai pasok
    Direktur Jenderal Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Iwan Suprijanto menyebutkan, salah satu sasaran utama dalam pembangunan infrastruktur pada tahun 2045 adalah tercapainya angka kekurangan rumah nol persen yang antara lain dilengkapi transportasi perkotaan berbasis rel, pembangunan infrastruktur yang beradaptasi dengan perubahan iklim, serta pembangunan hunian cerdas dan berbasis hijau.

    Upaya memenuhi kebutuhan rumah hingga 100 tahun Indonesia6 merdeka menghadapi sejumlah persoalan utama, yakni penyediaan lahan di perkotaan yang sulit terjangkau masyarakat berpenghasilan rendah, potensi pembiayaan mikro yang belum dimanfaatkan optimal, serta rendahnya akses masyarakat terhadap pembiayaan primer.

    Persoalan lain, masih banyak perumahan yang tidak memperhatikan keterpaduan prasarana-sarana umum dan aksesibilitas serta pengembangan hunian berorientasi transit (TOD) yang juga belum optimal. Manajemen informasi, data, dan evaluasi juga masih kurang akurat dan belum bisa menjadi acuan dalam penyelesaian masalah perumahan. Adopsi teknologi kinerja konstruksi dan pengembangan teknologi bangunan gedung dalam mewujudkan hunian hijau dan cerdas pun belum optimal. Selain itu, kelembagaan perumahan belum optimal dan tata kelola untuk berkolaborasi dengan masyarakat dan pelaku usaha juga belum kuat.

    ”Seluruh isu tersebut memengaruhi persoalan rantai pasok penyediaan perumahan, baik suplai dan permintaan, meliputi penyiapan lahan yang matang, tahapan perizinan, ketersediaan bahan bangunan berkualitas, margin memadai dalam bangunan perumahan, akses pembiayaan primer, ketepatan kelompok sasaran pada saat penghunian, dan pembiayaan sekunder perumahan,” ujarnya.

    Iwan menambahkan, pembangunan di sektor perumahan memerlukan kolaborasi semua pemangku kepentingan kementerian/lembaga sebagai regulator, meliputi tahapan legalitas lahan, program pembiayaan perumahan, penyelenggaraan pembiayaan perumahan, infrastruktur, dan tata ruang wilayah.

    Sumber: kompas


    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 comments:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Tantangan Penyediaan Rumah Makin Kompleks Rating: 5 Reviewed By: Simpro Realty
    Scroll to Top