Kondisi pasar apartemen di Indonesia terus menunjukkan perlambatan sejak memasuki pandemi Covid-19. Hal ini menjadi perhatian perbankan dalam menyalurkan pembiayaan dalam pembangunan gedung-gedung apartemen.
Beberapa bank bahkan mengaku menghindari sektor tersebut dan fokus menyelesaikan kredit konstruksi proyek highrise building yang sedang bermasalah.
Penurunan penjualan properti ditunjukkan dari Colliers Indonesia. Konsultan properti ini mencatat penjualan apartemen sejak awal tahun hingga September 2022 baru mencapai 782 unit. Tren penurunan penjualan apartemen disebut sudah terjadi sejak 2015 dan kemudian diperparah oleh pandemi Covid-19.
Data Colliers menunjukkan permintaan apartemen pada 2019 mencapai 5.000 unit, lalu pada 2020 turun menjadi sekitar 2.000 unit, dan pada 2021 hanya mencapai sekitar 1.000 unit. Adapun pada tahun 2015, permintaannya lebih dari 10.000 unit. Lalu pada tahun 2016 berada di kisaran 8.000 -10.000 unit, tahun 2017 menjadi 8.000 unit, pada 2018 mendekati 6.000 unit.
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) merupakan salah satu bank yang sudah menghindari pemberian kredit konstruksi untuk proyek-proyek apartemen. "Kami sudah tidak masuk ke segmen ini sejak tiga tahun lalu," kata Wakil Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu baru-baru ini.
BTN melihat bahwa permintaan pembelian apartemen memang semakin melandai akibat Covid-19. Pandemi itu membuat banyak sangat memperhatikan aspek kesehatan dalam mencari hunian. Nixon menambahkan, saat ini BTN lebih fokus melakukan penyelesaian terhadap kredit konstruksi apartemen yang sedang bermasalah.
Sebelumnya, BTN menyebutkan akan melakukan penjualan aset dari beberapa proyek highrise building secara bulksales lewat skema asset swap atau tukar guling aset dengan surat berharga kepada investor. Perseroan menargetkan mengantongi penjualan sebesar Rp 1 triliun dari skema ini tahun ini.
Direktur Utama Bank BTN Haru Koesmahargyo mengatakan, program bulksales Bank BTN tetap terus berproses dan masih sesuai dengan timeline yang ditetapkan. Secara internal, BTN telah menyiapkan berbagai hal untuk mendukung pelaksanaan bulksales tersebut, termasuk aturan dan kebijakannya.
Haru bilang, saat ini bank juga masih terus berkoordinasi dengan berbagai elemen eksternal agar bulksales ini dapat terealisasi di akhir tahun atau paling lambat di awal tahun depan.
"Prosesnya hampir final dan sedang meminta persetujuan BPK karena kita bank pemerintah, jadi minta persetujuan. Mudah-mudahan akhir tahun ini kalau goal, dan selambat lambatnya awal tahun depan. Ini sudah tinggal di ujung, totalnya Rp 1 triliun di awal, kalau ini goal kita lanjutkan lagi dan bisa mempercepat penjualan aset busuk itu," katanya.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) juga cenderung menghindari kredit konstruksi proyek apartemen. Untuk sektor properti, perseroan saat ini hanya fokus membiayai konstruksi proyek-proyek rumah tapak.
Aestika Oryza Gunarto Sekretaris Perusahaan BRI menyebut, kalau pun masuk ke segmen highrise building, BRI sangat selektif. Namun, ia tidak merinci berapa portofolio kredit konstruksi BRI di segmen highrise building. Sementara outstanding Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) mencapai Rp 884 miliar per Oktober 2022.
"BRI sudah mempersiapkan pencadangan yang memadai untuk penyaluran kredit di segmen high rise building," katanya pada KONTAN, Rabu (30/11).
Adapun Bank BJB tidak masuk pada pembiayaan konstruksi properti highrise. Yuddy Renaldi, Direktur Utama Bank BJB mengatakan, kredit konstruksi perseroan hanya difokuskan pada proyek infrastruktur yang dibangun pemerintah.
Ia bilang, perkembangan kredit konstruksi Bank BJB tahun ini tercatat tumbuh cukup baik. Ke depan, prospeknya diperkirakan akan tetap baik.
Sumber: kontan
0 comments:
Post a Comment