Dicabutnya aturan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di seluruh wilayah Indonesia pada Jumat (30/12/2022) diharapkan bisa membawa perubahan positif terhadap perekonomian dalam negeri.
Sektor properti yang merupakan salah satu penggerak ekonomi negara diprediksi akan tumbuh positif di tahun ini.
Tentu saja ini angin segar terutama bagi sektor perkantoran yang terseok-seok selama dua tahun terakhir.
Sejak diberlakukannya PPKM pada Juli 2021 untuk menghambat penyebaran Covid-19, okupansi ruang-ruang kantor di Jakarta merosot tajam.
Ini merupakan imbas dari kebijakan Work From Home (WFH) yang diberlakukan banyak perusahaan.
Sepanjang tahun 2021, Colliers Indonesia mencatat sektor perkantoran di Jakarta masih mengalami tekanan baik yang berada di Central Business District (CBD) maupun di non-CBD.
Berdasarkan riset Colliers, tingkat okupansi perkantoran CBD selama tahun 2021 hanya berada di angka 78,4 persen atau turun sekitar 5 persen dibandingkan sebelum pandemi 2019.
Sementara pada area non-CBD, tingkat hunian hunian hanya mencapai 79,2 persen atau turun 3 persen daripada sebelum pandemi 2019. Padahal tidak ada pasokan ruang kantor baru pada 2021.
Memasuki tahun 2022, kondisi ruang perkantoran belum menunjukan tanda-tanda pemulihan berarti meskipun sudah banyak perusahaan yang menginstruksikan karyawannya kembali bekerja dari kantor (WFO).
Pada kuartal ke III tahun 2022, sektor perkantoran di Jakarta masih ada di bawah 80 persen. Padahal menurut Head Research Department Colliers Indonesia Ferry Salanto, okupansi sektor perkantoran yang ideal harus berada di angka 80 persen.
“Idealnya, okupansi sektor perkantoran harus berada di angka 80 hingga 85 persen. Sedangkan saat ini, kondisinya masih jauh dari ideal. Karena itu, pemilik gedung harus adaptif,” ungkap Ferry dalam “Media Briefing Jakarta and Bali Property Market Quartal 3 2022”, Rabu (5/10/2022).
Sementara itu, berdasarkan riset dari JLL, hingga triwulan akhir tahun 2022, pada triwulan akhir tahun 2022, tingkat hunian sektor perkantoran di Jakarta masih berada di angka 71 persen untuk Kawasan CBD dan 72 persen untuk Kawasan Non-CBD.
Tentu, bila berpatokan dari kondisi okupansi ideal, maka kondisi perkantoran di Jakarta masih jauh dari ideal.
Kabar baiknya, aktivitas dan permintaan terhadap sektor perkantoran Grade A mengalami peningkatan pada tahun 2022 dibandingkan dengan tahun 2021.
Head of Office Leasing Advisory, Angela Wibawa, mengatakan hal tersebut dikarenakan para perusahaan mulai melakukan perbandingan antara tetap berada di gedung mereka saat ini atau pindah ke gedung lain (move vs stay).
“Relokasi yang terjadi tetap didominasi oleh perpindahan menuju gedung dengan grade yang lebih baik dan strategi penghematan biaya,” ujar Angela.
Meskipun aktivitas meningkat, namun luas ruang yang dibutuhkan relatif mengecil dibandingkan sebelumnya akibat penerapan hybrid work dan workplace strategy.
Sementara itu, harga sewa ruang perkantoran di Jakarta belum juga naik. Leeds Property mencatat dalam Jakarta Property Market Insight Q4-2022 bahwa harga sewa CBD terus menurun sebesar 0,3 persen secara kuartalan menjadi Rp 331.360 per meter persegi.
Kendati demikian, permintaan triwulan tercatat positif sebesar 3.674 meter persegi, namun lebih rendah dari tiga kuartal sebelumnya.
Beberapa transaksi baru selama kuartal IV-2022 dilaporkan berasal dari sektor migas dan perbankan meski relatif kecil.
Bagaimana dengan Kondisi Tahun 2023?
Memasuki tahun 2023, pasokan ruang kantor di Jakarta akan bertambah dengan selesainya beberapa proyek pembangunan. Dua proyek yang diprediksi rampung di tahun Mori Building dan Thamrin Nine 2 - Luminary Tower, di mana akan menyumbang total sekitar 130.000 meter persegi.
Dengan adanya pasokan ruang kantor ini maka para pengembang harus berlomba-lomba menarik calon penyewa sebab ruang kantor yang tersedia di pasaran kian melimpah.
JLL Indonesia memprediksi akan ada kabar baik dari sektor perkantoran tahun ini. Dicabutnya aturan PPKM, membuat karyawan kemungkinan akan kembali lagi ke kantor. Hal ini dapat mendukung permintaan ruang kantor.
Meskipun demikian, hal tersebut belum bisa dipastikan sebab banyak perusahaan yang menerapkan strategi pekerjaan yang berbeda demi menghemat pengeluaran untuk utilitas.
WFH masih menjadi pilihan terutama bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang non esensial dan karyawannya dapat bekerja dari mana saja.
Sementara itu, pergerakan harga sewa ruang kantor masih dibayangi penurunan tingkat hunian secara keseluruhan akibat persaingan pemain lama dan baru.
sumber: kompas
0 comments:
Post a Comment